Elegi Bumi: Ketika Seni Membincang Lingkungan

Kategori:

Pertunjukan ‘Elegi Bumi’ di Taman Hutan Raya (Tahura) Djuanda, Kabupaten Bandung, Minggu (8/3). (Foto-foto: Agus Bebeng/bandungkiwari.com)

BANDUNG, bandungkiwari – Tubuh perempuan itu berbicara lantang tentang lingkungan. Setiap gerak seolah bahasa yang tajam mempertanyakan ulang makna hidup. Diiringi irama musik mengalun syahdu, Lena Guslina yang menari sekaligus koreografer pementasan tari berbicara tentang bencana yang tak pernah reda menyentuh manusia.

Pertunjukan ‘Elegi Bumi’ di Taman Hutan Raya (Tahura) Djuanda, Kabupaten Bandung, Minggu (8/3/20). (Foto-foto: Agus Bebeng/bandungkiwari.com)

Persoalan lingkungan menjadi latar belakang tarian berjudul ‘Elegi Bumi’. Karya yang merupakan garapan Legus Studio ini menampilkan kolaborasi seni antara tari, teater, pantomim dan musik tradisi ditampilkan di area Taman Hutan Raya (Tahura) Djuanda, Kabupaten Bandung, Minggu (8/3).

‘Elegi Bumi’ merupakan nyanyian ratapan, yang menyajikan drama penghancuran serta kemerosotan moral dalam pengelolaan lingkungan hidup. Lena yang membawa bola dunia dalam pementasannya mencoba menjelaskan bagaimana bumi sebagai situs hidup beragam makhluk, termasuk manusia telah menjadi tua dan lelah.

Kerusakan lingkungan seperti pohon-pohon yang meranggas, hewan-hewan menghirup racun karbondioksida, dan deforestasi menjadi kehancuran karena manusia mengeksploitasi alam tanpa memperhitungkan masa depan keberadaan semesta.

Kehadiran plastik yang menjadi setting artistik dan tokoh manusia plastik pada pementasan tersebut dengan tegas menyoal plastik di bumi. Seperti diketahui masyarakat plastik yang konsumsi”sehari-hari telah lahir menjadi bencana.

Bukan hanya daratan yang dipenuhi plastik, bahkan laut seolah menjadi tempat pembuangan sampah maha luas. Kita pun acapkali membaca dan melihat kematian hewan karena plastik di media massa.

Plastik membutuhkan lebih dari 400 tahun untuk luluh bersama Bumi. Dalam perjalanan menuju 400 tahun plastik menjadi paradoks: teman sekaligus musuh dalam selimut manusia dan makhluk Bumi lainnya.

Disadari atau tidak, pelan tetapi pasti, plastik menjelma menjadi monster paling menakutkan di tengah-tengah kehidupan manusia. (Agus Bebeng)

Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on linkedin
LinkedIn
Share on whatsapp
WhatsApp