BANDUNG, bandungkiwari – Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Bandung Raya menilai nasib buruh perempuan setiap tahunnya tidak ada perubahan. Pemenuhan hak normatif buruh perempuan masih minim, baru sebagian kecil perusahaan yang menunaikan kewajibannya.
Ketua Departemen Buruh Perempuan KASBI Bandung Raya Siti Eni mengatakan, salah satu hak normatif untuk perempuan adalah cuti hamil. Ia mengungkapkan, sebagian perusahaan lainnya tidak memberikan cuti hamil kepada buruh perempuan karena statusnya adalah pegawai kontrak atau outsourcing. Bahkan atas dasar alasan status kepegawaian itu, perusahaan langsung memecat buruh perempuan yang hamil.
Menurutnya, banyak perusahaan nakal yang memperlakukan sistem kerja kontrak dan outsourcing. Status ini juga membuat buruh perempuan sulit berserikat.
“Ketika mereka berserikat juga mereka ketakutan yang luar biasa dan mereka tidak punya keberanian karena ketika mereka merapat dengan serikat buruh untuk memperjuangkan hak normatifnya, mereka justru di-PHK,” kata Siti Eni di sela aksi May Day di depan Kantor Gubernur Jawa Barat, Gedung Sate, Jalan Dipenogoro, Bandung, Selasa (1/5).
Selain masalah cuti hamil, pemenuhan hak normatif buruh perempuan yang belum dijalankan adalah ruang menyusui di perusahaan. Sebenarnya hal tersebut sudah dibicarakan dengan Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan, dan Komnas Perempuan. Namun seluruh usaha memperjuangkan pemenuhan hak normatif buruh perempuan itu tidak bisa dimuat dalam peraturan yang baku. Perusahaan yang menyediakan ruang menyusui untuk buruh perempuan bisa dihitung dengan jari.
“Ruangan memeras ASI pun di Bandung belum saya temui sampai saat ini,” ujar Eni.
KASBI sendiri, sambung dia, telah membuat standar hak buruh perempuan mulai dari cuti hamil, menyusui, dan melahirkan.
KASBI Bandung Raya merupakan kelompok buruh yang datang paling akhir memperingati Hari Buruh Internasional dengan membawa ratusan anggotanya. Sebelumnya di lokasi yang sama, beberapa kelompok buruh yang aksi datang dari GOBSI, FSP LEM SPSI.
Mereka menyampaikan tuntutan serupa, yaitu pencabutan Pepres Nomor 20 Tahun 2018, PP Nomor 78 Tahun 2015, penolakan revisi Undang Undang Tahun 13 Tahun 2003, Tolak Upah Murah dan UMSK 2018 serta menolak tenaga kerja asing. (Arie Nugraha)